Selasa, 04 Oktober 2016

PSIKOLOGI DAN INTERNET

Apa itu Psikologi dan Internet ?

Psikologi menurut Wundt adalah ilmu tentang kesadaran manusia (the science of human consciousness). Sedangkan Branca menyatakan bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa psikologi mempelajari tentang manusia. Salah satunya mengenai bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya yang dapat ditinjau dari banyak aspek. Pengetahuan tentang interaksi manusia dan lingkungannya ini pun kemudian digunakan untuk memperbaiki atau meminimalisir kerusakan atau hal-hal negarif yang timbul atau terjadi. Salah satu interaksi manusia dengan lingkungan contohnya interaksi manusia dengan internet.
Internet adalah sekumpulan jaringan komputer milik perusahaan, institusi, lembaga pemerintah, ataupun penyedia jasa jaringan (Internet Services Provider) yang saling terhubung dimana masing-masing jaringan komputer yang terhubung dikelola secara independen. Artinya, jaringan ini bukan merupakan suatu organisasi atau institusi, karena tak satu pihak pun yang mengatur dan memilikinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa psikologi mempelajari tentang manusia. Salah satunya mengenai bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya yang dapat ditinjau dari banyak aspek. Pengetahuan tentang interaksi manusia dan lingkungannya ini pun kemudian digunakan untuk memperbaiki atau meminimalisir kerusakan atau hal-hal negarif yang timbul atau terjadi. Salah satu interaksi manusia dengan lingkungan contohnya interaksi manusia dengan internet. Pengaruh yang ditimbulkan dari perkembangan teknolgi khususnya internet juga sedikit banyak mengubah cara dan pola perilaku manusia yang dapat dilihat dan diteliti dari segi ilmu psikologi.

Ruang Lingkup Psikologi dan Internet ?

Aspek Psikologi dan Internet : PRO dan KONTRA

PRO :

1. Dampak pada perkembangan fisik.
Salah satu dampak bila internet digunakan dengan tepat adalah adanya kemungkinan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa dibatasi oleh waktu dan dapat dilakukan di rumah. Seperti game yang menggunakan dancing pad, dapat dilakukan setiap saat diwaktu yang senggang. Selain itu informasi tentang kesehatan juga memberikan dukungan terhadap gaya hidup yang sehat dan pencegahan terhadap penyakit. Namun manfaat ini tidak langsung bisa didapatkan oleh remaja karena keterbatasan mereka dalam memahami dan menginterpretasikan informasi kesehatan yang didapatkannya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pendampingan dari orang dewasa atau orangtua agar remaja bisa menginterpretasikan informasi yang benar tentang masalah kesehatan yang dapat mendukung perkembangan fisiknya.

2. Dampak pada perkembangan sosial dan emosi
Perkembangan sosial dan emosi yang mungkin didukung oleh adanya jejaring sosial melalui internet adalah :
a. Relationship building & Cultural Awareness.
b. Identity.
c. Self-Esteem.
d. Battling Depression.

3. Dampak pada perkembangan inteligensi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang mendapatkan pelatihan berupa simulasi melalui komputer akan menunjukkan performa yang lebih baik dalam prakteknya di dunia nyata dibandingkan individu yang tidak melakukan simulasi. Remaja zaman sekarang juga lebih baik dalam melakukan multitasking dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini tampaknya berkaitan dengan meningkatkan informasi visual yang harus diprosesnya pada saat bersamaan seperti saat mereka berinteraksi dengan internet.

4. Dampak pada perkembangan moral
Beberapa aksi kemanusiaan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa besar seperti bencana alam dapat diakses langsung oleh masyarakat luas, termasuk juga remaja pengguna internet. Aksi tersebut sering memicu tumbuhnya solidaritas untuk merasakan bahkan membantu individu lain yang sedang tertimpa musibah. Hal tersebut dapat mendorong perkembangan moral yang kuat.

KONTRA :

1. Dampak pada perkembangan fisik
Interaksi remaja dengan internet banyak mengurangi aktivitas gerak karena konsep dari internet adalah memudahkan kehidupan manusia sehingga akan banyak mengurangi dalam bergerak. Saat ini dalam beraktivitas para remaja sudah banyak menggunakan perantara internet. Hal tersebut menyebabkan perkembangan fisik remaja yang terlalu dipapar oleh internet banyak mengalami physical decline. Contohnya problem visual seperti kelelahan mata, sakit kepala bahkan penglihatan kabur karena remaja lebih rentan daripada orang dewasa terhadap cahaya dan radiasi yang dipancarkan dari perangkat internet.

2. Dampak pada perkembangan sosial dan emosi
Pengaruh negatif dari jejaring sosial ini dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
a. Hilangnya privasi
b. Cyber-Bullying
c. Stranger-Danger
d. Cyber-Stalking

3. Dampak pada perkembangan inteligensi
Dampak negatif dalam inteligensi dibuktikan oleh Lady Susan Greenfield, ahli syaraf dan profesor farmakologi sinaptik pada Lincoln College, Oxford, dan direktur Royal Institution. Beliau berpendapat bahwa remaja yang menggunakan internet secara berlebihan akan memiliki kecenderungan untuk mengalami hambatan dalam rentang perhatian, kebutuhan melakukan stimulasi secara segera (tidak sabar), dan "rasa kebingungan dalam identitas." Selain itu internet juga berdampak pada penalaran kritis karena hampir semua informasi telah tersedia sehingga para remaja menjadi kurang terampil dan cenderung untuk berkosentrasi hanya pada satu hal untuk jangka waktu yang lama dan menyulitkan remaja untuk memecahkan masalah yang membutuhkan waktu pendek dan kompleks.

4. Dampak pada perkembangan moral
Dampak dalam perkembangan moral terutama terjadi karena pemaparan pada situs-situs yang banyak mengandung unsur pornografi dan kekerasan. Banyak kasus di Indonesia tentang kekerasan dan kejahatan seksual pada remaja yang baik pelaku maupun korbannya adalah remaja akibat eksposure terhadap situs-situs internet yang tidak dikontrol oleh orangtua maupun orang dewasa lain yang bertanggungjawab terhadap perkembangan remaja di Indonesia. Dampak negatif dalam perkembangan moral juga dapat terjadi karena adanya kesempatan untuk mengunduh isi situs tanpa ijin. Banyak orangtua yang mengajarkan anak-anaknya untuk tidak mencuri bahkan mungkin memberikan hukuman bila anaknya melakukan tindak pencurian. Namun bila hal tersebut dilakukan dengan perangkat internet (contohnya mengunduh secara illegal baik lagu atau film dengan berbagai cara), maka punishment dari orangtua sering tidak diterapkan.

Penggunaan Internet di Dunia Psikologi ?
Penggunaan internet secara adiktif dapat membuat seseorang lupa waktu, kecenderungan susah berhenti dan akhirnya kecanduan (Internet Addiction Disorder/IAD). Jika kita sudah sulit mengkontrol, maka akan semakin banyak yang terabaikan. Contohnya: makan menjadi tidak teratur, tidur tidak teratur, kelelahan fisik, kegagalan dalam mengatur waktu (individu yang teradiktif mengatakan akan bermain game online sebentar), kegagalan menyelesaikan tugas (untuk karyawan yang menggunakan internet tidak untuk pekerjaannya), kegagalan pendidikan/pekerjaan (jika tidak digunakan sesuai ‘tempatnya’), serta gangguan psikologis. Seorang psikiater dari New York University, menemukan adanya gangguan kejiwaan pada individu yang teradiktif internet, ia menyebutnya sebagai Truman Show Delusion, beberapa ahli lain menyebutnya sebagai internet delusion. Perilaku ini seperti gangguan delusi pada umumnya, individu seperti merasa dimatai-matai, berbicara sendiri menyangkut internet, pikiran yang tenggelam dengan dunia maya.

Tentu internet akan bermanfaat jika mampu meningkatkan kehidupan seseorang, dan sebaliknya menjadi penyakit jika membuat kacau kehidupan orang tersebut. Pengaruh buruk akan terjadi jika internet digunakan sebagai sarana untuk mengisolasi diri. Banyak orang tidak sadar bahwa lama-kelamaan ia menutup diri terhadap komunikasi sosial entah karena keasikan melakukan browse atau karena internet dipakai sebagai pelarian dari masalah-masalah yang berhubungan dengan kepribadiannya. Hal itu dapat terjadi karena ada individu yang menampilkan kepribadian yang berbeda pada saat online dengan offline. Motivasi dibalik itu tentu berbeda antara satu orang dengan yang lain. Permasalahan akan rumit jika alasannya adalah karena individu tersebut tidak puas/suka terhadap dirinya sendiri (mungkin karena rasa minder, malu, atau merasa tidak pantas), lantas menciptakan dan menampilkan kepribadian yang lain sekali dari dirinya yang asli. Seringkali ia lebih suka pada kepribadian hasil rekayasa yang baru karena tampak ideal baginya. Padahal, menurut para Psikolog, hal ini tidak benar dan tidak sehat.

Melalui sistem pakar inilah para psikolog bisa membuat suatu aplikasi yang bisa menampung segala sifat yang dimiliki seseorang, kemudian membuat suatu keputusan pemecahan suatu masalah kejiwaan, sehingga bisa mengurangi tingkat pemikiran. Selain itu pasien juga bisa mengetahui langsung keputusan yang muncul tanpa harus didampingi oleh psikolog. Ada suatu kasus, seorang anak sangat bergantung pada kehidupan internet. Hal tersebut bukanlah tanpa alasan mengingat bahwa banyak situs yang menampilkan berbagai test EQ maupun IQ. Selain itu teknologi dunia maya ini memberikan banyak kesempatan kepada individu untuk mengekspresikan diri secara unik. Namun demikian para Psikolog berpendapat, kalau seseorang gagal mengintegrasikan antara diri sejati dengan diri yang diekspresikan secara berbeda di internet, maka hal ini akan sangat berbahaya bagi pertumbuhan pribadi orang tersebut. Mengenai dampak internet sebagai alat explorasi diri, para Psikolog memandang hal tersebut tergantung dari pribadi si penggunanya.

Dampak Psikologi Bagi Pengguna Internet ?
Internet mampu memberikan dampak negatif bagi penggunanya, khususnya dikalangan remaja. Apalagi pengguna internet yang berlebihan dapat merubah pola hidup masyarakat menjadi negatif, terutama bagi para remaja berusia 8-12 tahun. Bahkan media masa di Indonesia menyoroti kecenderungan meningkatnya korban remaja akibat penggunaan facebook, dan Komisi Perlindungan Anak paling tidak mencatat 100 laporan pengaduan dengan korban anak-anak dan remaja akibat penggunaan negatif interaksi dunia maya.

Banyak sekali terjadinya fenomena identitas diri melalui internet secara identitas nyata maupun identitas virtual yang memungkinkan individu mengubah sama sekali identitas nyatanya ke sebuah identitas lain yang sifatnya virtual dan karakteristik seseorang indvidu. Faktor-faktor yang membuat seseorang mengunakan identitas palsu adalah untuk menutup jejak didunia maya, dan menjaga repotasi harga diri. Dimana seseorang ingin meluapkan emosinya didunia maya, tanpa diketahui oleh orang lain siapa dia sebenarnya.

Karakteristik seseorang akan telihat berbeda, ketika dia berada didunia nyata dengan saat dia berada di jejaring sosial. Saat didunia nyata mungkin dilihat karakternya sangat pendiam dan tidak mudah bergaul atau tidak asik untuk diajak berbicara, namun lain halnya saat didunia maya. Karakter dia menjadi anak yang mudah bergaul dan asik untuk diajak bebicara. Michelle Weil, seorang Psikolog dan pengarang buku terkenal, memberikan contoh konkrit tentang seorang gadis yang dijauhi oleh teman-temannya lalu kemudian menghabiskan waktu untuk mojok berchatting ria dengan menampilkan karakter yang sangat kontradiktif dengan karakter aslinya. Akibatnya, lama kelamaan ia semakin jauh dengan kenyataaan sosial yang ada, bahkan tidak bisa menerima diri apa adanya. Menurut pakar psikoanalisa terkenal seperti Erich Fromm, kondisi demikian dinamakan neurosis. Kondisi neurosis yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan jiwa yang serius. Michelle lebih lanjut menambahkan, bahaya latennya adalah terbentuknya kepribadian online yang berbeda dengan yang asli.

  • Perbedaan kepribadian pria dan wanita.

Kehadiran komputer dan internet telah merubah dunia kerja, dari tekanan pada kerja otot ke kerja otak.. Implikasinya adalah perbedaan perilaku pria dan wanita semakin mengecil. Kini semakin banyak pekerjaan kaum pria yang dijalankan oleh kaum wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol.

Data yang tertulis dalam buku Megatrend for Women: From Liberation to Leadership yang ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya. Selain itu semakin banyak wanita yang menjadi pimpinan perusahaan dan sekaligus menjadi pemilik perusahaan. Di Indonesia selama 54 tahun merdeka belum pernah ada wakil presiden wanita, kini di tahun 1999 Indonesia sudah memilikinya.

Peran wanita dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan keluarga semakin besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Amerika Serikat 75 persen dari keputusan yang menyangkut kesehatan dalam keluarga diputuskan oleh wanita. Wanita membeli 50 persen dari mobil yang terjual di Amerika. Bahkan Toyota melaporkan bahwa 60 persen pembeli mobil mereka adalah kaum wanita. Sekitar 80 persen dari belanja keperluan konsumen sehari-hari dibelanjakan oleh kaum wanita.

Hal yang tidak kalah menariknya adalah semakin banyak wanita yang melakukan pekerjaan yang tadinya pekerjaan yang dominan dilakukan kaum pria. Kalau semula pekerjaan membeli ban baru untuk mobil umumnya dilakukan pria, kini ban mobil yang terjual di USA sekitar 45 persen dibeli oleh kaum wanita. Peralatan sport yang laku di USA 40 persen berasal dari pembeli wanita. Hal lain yang menonjol adalah 75 persen pakaian pria dibeli oleh wanita, dan seperempat dari mobil truk yang laku di USA dibeli oleh wanita (Aburdene & Naisbitt, 1993).

Tampaknya wanita semakin dominan perannya dalam kehidupan masa kini. Sayang sekali data perilaku wanita yang rinci seperti itu tidak dimiliki oleh kita di Indonesia.. Namun rasanya kecenderungan seperti itu juga muncul di Indonesia walaupun tidak sefantastis wanita di Amerika Serikat. Diduga kecenderungan perilaku wanita seperti yang dikemukakan di atas akan semakin dominan di milenium baru ini.
Selain internet ada permainan komputer yang diduga akan mempersempit perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak permainan elektronik Play Station yang sangat populer di Indonesia. Permainan dalam PS sangat banyak yang menonjolkan kekerasan. Permainan ini sangat digemari oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Kini berbagai permainan tersebut dapat diakses dan dimainkan melalui internet. Kini internet sudah menjadi pusat hiburan.

  • Perkembangan seksualitas.

Selain dapat digunakan untuk berpacaran melalui progam internet relay chatting (IRC), internet dapat pula digunakan untuk mengakses gambar dan filem porno. Walaupun gambar porno dan cerita porno dapat diperoleh dari berbagai sumber, kehadiran internet semakin menyemarakkan perolehan pronografi tersebut.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa rangsangan seksual yang diperoleh anak akan mempercepat proses kematangan seksual (lihat Conger, 1975).

Penggunaan internet untuk mengakses situs-situs porno memang sangat sulit untuk dihindari, mengingat bahwa situs-situs semacam itu tersedia sangat banyak dalam dunia maya tersebut. Menurut hasil penelitian Alvin Cooper (1998) dari San Jose Marital and Sexual Centre,  yang tertuang dalam bukunya Sexuality and the Internet: Surfing into the new millennium, seks (baca: situs porno) merupakan topik nomor satu yang dicari para pengguna internet di Amerika. Kenyataan yang ada di Indonesia saat ini tampaknya tidak jauh berbeda. Hal itu terlihat dari  masuknya situs-situs porno di search engine sebagai Top 10 Website yang paling banyak dikunjungi. 

Dengan melihat jumlah pengakses situs-situs porno di internet yang cenderung meningkat dari hari ke hari, maka perlu diwaspadai dampak penggunaan teknologi tersebut terhadap kesehatan mental dan hubungan interpersonal si user/netter. Para psikolog dan ahli ilmu-ilmu sosial lainnya telah lama menaruh perhatian pada dampak yang ditimbulkan oleh situs-situs porno atau sering disebut juga sebagai "cyber sex". Ada dua pandangan yang muncul sehubungan dengan hal tersebut. Pertama,  pandangan yang menganggap situs porno mendorong terjadinya hal-hal yang bersifat patologis bagi user. Pandangan ini cenderung berfokus pada perilaku addictive dan compulsive. Kedua, pandangan yang menganggap bahwa situs porno hanya merupakan sarana untuk mengekplorasi dan mencari informasi mengenai masalah-masalah seksual. Dengan kata lain mengakses situs porno merupakan suatu ekspresi seksual.
  • Patologis

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa situs porno mendorong terjadinya tindak kriminal dan perilaku seks menyimpang.  Menurut penelitian, situs porno memungkinkan user/netter untuk melakukan berbagai komunikasi erotik melalui komputer mulai dari tingkatan yang bersifat godaan atau lelucon porno, pencarian dan tukar-menukar informasi mengenai pelayanan seksual sampai pada diskusi terbuka tentang perilaku seks menyimpang. Selain itu komunikasi melalui internet seringkali digunakan untuk mengeksploitasi pornography yang melibatkan anak-anak dan remaja serta alat yang dipakai untuk menyamarkan identitas seksual seseorang dengan tujuan tertentu.
Penelitian pertama yang menyelidiki kecanduan mengakses situs porno dilakukan Bingham dan Piotrowski (1996). Hasil penelitian mereka yang tertuang dalam Psychological Report berjudul On-line sexual addiction: A contemporary enigma mengungkapkan 4 (empat) karakteristik yang terdapat pada individu pecandu situs porno (addicted to cybersex). Keempat karakteristik tersebut adalah:
1.      Ketrampilan sosial yang tidak memadai
2.      Bergelut dengan fantasi-fantasi yang bersifat seksual
3.      Berkomunikasi dengan figur-figur ciptaan hasil imaginasinya sendiri
4.      Tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mengakses situs porno

Sementara itu penelitian terhadap perilaku kompulsif  dalam mengakses situs porno terungkap bahwa perilaku tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti kesepian (loneliness), kurang percaya diri (lack of self-esteem), dan kurangnya pengendalian diri terhadap masalah seksual (lack of sexual self-control).
  • Ekspresi Seksual

Berbeda dengan pandangan yang menganggap bahwa situs porno mendorong terjadinya masalah yang bersifat patologis, beberapa penulis justru melihat situs porno sebagai tempat yang menyediakan berbagai informasi "supercepat" mengenai masalah-masalah seksual dan sekaligus menawarkan cara-cara yang baru dan tersembunyi (paling tidak user merasa tidak ada orang lain yang tahu) untuk memuaskan keingintahuan seseorang dalam melakukan explorasi seksual. Keberadaan situs porno dinilai dapat membantu pasangan yang mengalami masalah dalam hubungan seksual karena menyediakna berbagai informasi yang terkadang "enggan" untuk dibicarakan secara langsung oleh pasangan tersebut.

Menurut Leiblum (1997) dalam  Journal of Sex Education and Therapy  berjudul Sex and the net: Clinical implications, situs porno merupakan sarana ekspresi seksual yang memiliki rentangan secara kontinum dari sekedar rasa ingin tahu sampai pada perilaku obsesif. Bagi individu yang memerlukan terapi seksual,  media seksual on-line seringkali dianggap dapat mengakomodasi  hal-hal  yang berhubungan dengan isolasi sosial dan ketidakbahagiaan dalam hidup.  Lieblum membedakan 3 (tiga) karakter klinis dari para pengakses situs porno. Ketiga profil tersebut adalah:
  1. Loners, dimana seseorang (user) menganggap bahwa situs porno dapat menjadi alat untuk mengakomodasi masalah-masalah atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup.
  2. Partners, dimana situs porno dianggap sebagai bagian dari pasangan hidup si user. Ketika user mengalami masalah dia dapat mencari solusi melalui situs porno
  3. Paraphilics, dimana seseorang tergantung pada situs porno untuk memberikan stimulasi dan kepuasan seksual.

Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika seseorang hanya menganggap bahwa situs porno sebagai alat untuk mengakomodasikan masalah-masalah seksual saja maka ia tidak bisa digolongkan sebagai seseorang yang memiliki masalah kejiwaan. Pada tahapan berikut di mana pengguna  menganggap situs porno sebagai partner yang bisa digunakan sebagai sarana untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya, sebenarnya individu sudah memasuki titik yang rawan untuk menuju ke tahapan berikutnya (Paraphilics), jika ia tidak mampu mengendalikan diri dan tidak segera menyelesaikan masalah yang ada dengan pasangannya. Sama halnya dengan beberapa perilaku adiksi yang lain (misalnya perjudian, alkoholik), maka jika individu sampai masuk ke tahapan ketiga maka dapat dipastikan bahwa ia memiliki masalah kejiwaan yang menyangkut perilaku adiksi. 
  • Pola interaksi antar manusia

Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet ( warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
  • Penggusuran manusia

Dalam kehidupan yang digerakkan oleh teknologi informasi (komputer dan internet) kesuksesan hidup didunia sangat tergantung pada penguasaan pengetahuan, dan kemampuan mengelola emosi, dan kemampuan mengelola hubungan sosial. Banyak pakar berpendapat bahwa kunci sukses untuk mengarungi kehidupan turbulensi perubahannya sangat tinggi, orang harus memiliki tiga modal, yakni intellectual capital, social capital, soft capital, and spiritual capital (lihat Ancok, 1998; Ancok, 1999; Nahapiet & Ghoshal, 1998).

Persaingan dalam kehidupan, baik itu kehidupan bisnis, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan individual sangat ditentukan oleh kemampuan berinovasi. Untuk bisa berinovasi diperlukan kreatifitas yang tinggi dan pengetahuan yang luas. Teknologi informasi telah meribah dunia kerja, dari kerja yang bertumpu pada otot ke pekerjaan yang bertumpu pada otak. Pekerjaan masa sekarang lebih menuntut karyawan yang berpengetahuan (knowledge workers). Kondisi ini akan membuat jurang sosial antara mereka yang berpengetahuan (know) dan yang tidak berpengetahuan (know-not). Mereka yang tidak memiliki pengetahuan akan tergusur dari dunia kerja (Tappscott, 1996).

Selain itu ada korelasi antara pengetahuan dan kekuasan (power). Mereka yang mempunyai pengetahuan akan memiliki kekuasaan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekuasaan bisa memiliki pengetahuan, karena mereka bisa menggunakan orang yang berpengetahuan untuk kepentingan kekuasaan. Kondisi ini akan membuat jurang sosial yang lain, yakni jurang antara yang memiliki akses pada kekuasaan dan yang tidak memiliki akses pada kekuasaan. Golongan ke dua ini akan termarginalisasi dalam kehidupan. Jurang sosial ini akan menjadi pemicuk konflik yang berwujud keresahan sosial.
  • Kerahasiaan alat tes semakin terancam

Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet. Tes yang tersedia dalam internet yang pernah penulis buka antara lain adalah tes asertifitas, locus of control, tes inteligensi emosional, tes kecemasan. Kini semakin sulit untuk merahasiakan alat tes karena begitu mudahnya berbagai tes diperoleh melalui internet.
Program tes inteligensi seperti tes Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.


Sumber :
http://assilvabrena.blogspot.co.id/2014/10/psikologi-dan-teknologi-internet_18.html
http://annihasni.blogspot.co.id/2013/01/pengaruh-internet-terhadap-psikologi.html
http://halamanpsikologisbayu.blogspot.co.id/2010/09/hubungan-psikologi-dengan-teknologi.html
http://cyber-institute.blogspot.co.id/2011/01/ruang-lingkup-psikologi-pendidikan.html